Senin, 02 Juli 2012

TEORI-TEORI BELAJAR



1.       Connectionism (Koneksionisme)
Teori connectionism (koneksionisme) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1980-an. Eksperimen Thorndike in digunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon. Itulah sebabnya teori koneksionisme disebut “S-R Bond Theory” dan “SR Psychology of Learning” selain itu, teori itu dikenal dengan sebutan “Trial and Error Learning”. Istilah itu menunjukkan panjangnya waktu dan banyak jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan (Hillgard dan Bower, 1975).

2.       Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik)
Teori pembiasaan klasik berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Paulov (1849-1936), seorang ilmuwan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah nobel (1909). Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadi refleks tersebut (Terrace, 1973).
Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan-hubungan antar conditional stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS). Conditioned response (CR), dan unconditioned response (UCR). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respon yang dipelajari, sedangkan respon yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respon yang tidak dipelajari dan respon yang tidak dipelajari itu disebut UCR.
Dari hasil eksperimen yang dilakukan, bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS). Stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respon atau perubahan yang kita hendaki yang dalam hal ini CR.

3.       Operant Conditioning (Pembiasaan Perilaku Respon)
Teori ini dikembangkan oleh Burrhus Frederic Skinner. Operant conditioning adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat (Reber, 1980). Respon dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respon tertentu namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya.
Dalam eksperimennya, skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan nama “Skinner Box”. Peti sangkar ini terdiri atas dua macam komponen pokok, yakni : manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang antara lain komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri atas tombol, batang jeruji, dan pengungkit (Reber, 1988).

4.       Contiguous conditioning (pembiasaan asusiasi dekat)
Teori contiguous conditioning adalah sebuah teori belajar yang mengasumsikan terjadinya peristiwa belajar berdasarkan kedekatan hubungan antara stimulus dengan respon yang relevan.
Teori ini ditemukan oleh Edwin R. Guthrie. Menurut teori ini apa yang sesungguhnya dipelajari orang, misalnya seorang siswa, adalah reaksi atau respons terakhir yang muncul atas sebuah rangsangan atau stimulus. Artinya, untuk selamanya atau sama sekali tidak terjadi (Reber, 1989 : 153). Dalam pandangan penemu teori ini peningkatan berangsur-angsur kinerja hasil belajar yang lazim dicapai seorang siswa bukanlah hasil dari respons kompleks terhadap stimulus-stimulus melainkan karena dekatnya asosiasi antara stimulus dengan respon yang diperlukan.

5.       Social Learning theory (teori belajar sosial)
Tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura. Bandura memandang tingkahlaku manusia bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus, melainkan reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan moral. Menurut Barlow (1985), sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini seorang siswa belajar mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian siswa belajar mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian orang lain atau sekelompok orang mereaksi atau merespon sebuah stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya guru  atau oran tuanya.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan, merespon) dan imitation (peniruan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar