MAKALAH
IMPLIKASI DAN IMPLEMENTASI
FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN
Disusun guna
memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Dr.
Maufur
Semester
Gasal
Oleh :
Desi Mayasari
1110500037
III F
BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kenyataan
pendidikan di Indonesia memang masih memprihatinkan. Kita boleh berbangga
dengan masuknya beberapa Universitas ternama sebagai bagian dari 500 Universitas
ternama di dunia namun di sisi lain, masih sangat banyak warga bangsa ini yang
tidak mendapatkan pendidikan secara layak. Fasilitas pendidikan yang tidak
merata, pelayanan di dunia pendidikan yang belum merata dan cenderung terfokus
ke pusat-pusat pendidikan di kota-kota besar adalah kenyataan yang dihadapi
setiap hari.Pendidikan adalah hal yang menjadi hak asasi manusia, siapapun dia.
Oleh karena itu, aktifitas pendidikan adalah aktifitas seumur hidup.
Dalam
perkembangannya, pendidikan mendapatkan beberapa pendasaran guna memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang apa dan bagaimana itu pendidikan. Oleh karena
itu, dalam tulisan ini, Kami mencoba membahas tentang salah satu pendekatan
filosofis terhadap pendidikan, yaitu idealisme sebagai sistematika filsafat dan
Implikasi Idealisme dalam Pendidikan.
Bahasan terhadap
pendekatan ini akan dilakukan dalam beberapa aspek, yaitu metafisika,
epistemologis dan aksiologis. Dari aspek-aspek tersebut dapat ditarik
kesimpulan, bagaimana sebenarnya pendekatan Idealisme terhadap Pendidikan dalam
perspektif filosofis. Pendekatan-pendekatan itu pula yang membedakan satu
aliran dengan aliran yang lainnya.
B.
Masalah
Permasalahan pendidikan di
Indonesia masih banyak dan beragam yaitu kualitas pendidikan yang masih rendah
dan pemerataan pendidikan yang sesuai dengan standar pendidikan nasional masih
belum tercapai, sehingga ketika pemerintah melaksanakan ujian nasional maka
muncul beberapa permasalahan yang tidak seimbang antara kota dan desa terutama
daerah-daerah di luar pulau jawa, maka hasil UN di Indonesia tidak seimbang
antara perkotaan dengan pedesaan. Hal iu disebabkan oleh belum terpenuhi
standar sarana-prasana, standar proses, standar kompetensi guru dan lain-lain.
C.
Tujuan
Tulisan ini dibuat
untuk membedah permasalahan pendidikan di Indonesia dengan melihat Implikasi
dan aplikasi filsafat ilmu dalam pendidikan. Jika permasalahan itu dapat
diselesaikan maka akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan pemerataan
pendidikan di Indonesia.
D.
Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari
penulisan makalah ini adalah kita sebagai generasi muda harus mengetahui
tentang filasat ilmu dalam pendidikan di Indonesia. Kita harus dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam dunia pendidikan
di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
IMPLIKASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN
1. Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implikasi adalah keterlibatan Dengan
demikian Implikasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah keterlibatan filsafat
imu dalam mengembangkan pendidikan
Beberapa ajaran filsafat yang
telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:
Ø Materialisme, yang berpendapat bahwa
kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah.Aliran ini tidak mengakui
adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu
materialisme dialektik dan materialisme humanistis.
Ø Idealisme, yang berpendapat bahwa
hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi.
Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
Ø Realisme, aliran ini berpendapat bahwa
dunia batin atau rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli
dan abadi.
Ø Pragmatisme merupakan aliran paham
dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi
relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
2. Konsep Filsafat Umum Idiologis
a. Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat
realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyelurh (komprehensif).
b. Hakikat Realistis
Para filsuf idealis mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual
atau ideal. Bagi penganut idealisme, realitas diturunkan dari suatu substansi
fundamental, adapun substansi fundamental itu sifatnya nonmaterial, yaitu
pikiran atau spirit atau roh. Benda-benda yang
bersifat material yang tampak nyata, sesungguhnya diturunkan dari pikiran atau jiwa atau roh.
c.
Hakikat Manusia
Menurut para
filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya bersifat spiritual atau kejiwaan. Menurut
Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian jiwa, yaitu nous (akal fikiran) yang merupakan bagian rasional, thumos (semangat atau keberanian), dan epithumia (keinginan, kebutuhan atau nafsu). Dari ketiga bagian
jiwa tersebut akan muncul salah satunya yang dominan. Jadi, hakikat manusia
bukanlah badannya, melainkan jiwa atau spiritnya,
manusia adalah makhluk berfikir, mampu memilih atau makhluk yang memiliki
kebebasan, hidup dengan suatu aturan moral yang jelas dan bertujuan.
3.
Aliran-aliran
Filsafat Pendidikan
Beberapa aliran
filsafat pendidikan, yaitu sebagai berikut :
1)
Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh
filsafat pragmatisme.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang
umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala.
tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut
progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru
antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar
berfungsi untuk mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.
2)
Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh
idealisme dan realisme.
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM),
murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang
mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata
bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan
bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara
jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini
memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu
tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak
tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah,
tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam
pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak
menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli.
Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa
dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang
tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang
dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang
realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil
adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas
menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka
yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi
yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah,
dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak.
Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun
mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat
superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara
hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang
terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan
jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan.Tugas ide adalah memimpin
budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah
menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan
sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang
dialami sehari-hari.
3)
Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh
idealisme.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan rohani yang berupa angan-angan
untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar
alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan
suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan
bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal,
melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme
kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua
macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku
makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang
hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan
sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya
terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian
kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang
hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam
ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama
dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak
mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali
kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau
sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan
manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga
benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran
idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara
metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan
tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia.
Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu,
adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru
(Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang
isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran
rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia
berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga
kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai
kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan
pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran
(Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan
dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun
pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan
tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari
bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik
nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam
raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain
karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik
yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana
Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat
inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian,
dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia
kelihatan (boraton genos) dan dunia
yang tidak kelihatan (cosmos neotos).Bagian
ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej,
2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan
terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan
manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di
balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada
dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme
ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada
menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh
karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan
tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu
maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian
pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang
dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang
belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya
tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan
persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum
terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang
keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali,
1990:28).
Plato adalah generasi awal yang telah membangun
prinsip-prinsip filosofi aliran idealis. George WE Hegel
kemudian merumuskan aliran idealisme ini secara komprehensif ditinjau secara
filosofi maupun sejarah. Tokoh-tokoh lain yang juga mendukung aliran idealisme
antara lain Plotinus, George Berkeley, Leinbiz, Fichte, dan Schelling serta
Kant. Ilmuan Islam yang sejalan dengan idealisme adalah Imam Al Ghozali.
Ø Konsep dasar Aliran Idealisme
Menurut paham Idealisme bahwa yang sesungguhnya nyata adalah
ruh, mental atau jiwa. Alam semesta ini tidak akan berarti
apa-apa jika tidak ada manusia yang punya kecerdasan dan kesadaran atas
keberadaannya.Materi apapun ada karena diindra dan dipersepsikan oleh otak manusia. Waktu dan sejarah baru ada
karena adanya gambaran mental hasil pemikiran manusia.Dahulu, sekarang atau
nanti adalah gambaran mental manusia. Ludwig
Noiré berpendapat "The only space or place of the world is the soul,"
and "Time must not be assumed to exist outside the soul”.
B.
IMPLEMENTASI
FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN
1. Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implementasi adalah penerapan. Pendidikan adalah
upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik
potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat
berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita
kemanusiaan universal. Filsafat pendidikan adalah
filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Jadi implementasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah penerapan
filsafat ilmu dalam upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik
baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu
menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
2. Implementasi Terhadap Pendidikan
Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan
masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan
praktik pendidikan. William T. Harris adalah tokoh aliran pendidikan idealisme
yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Bahkan, jumlah tokoh filosof
Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti tokoh-tokoh idealisme yang
seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946). Herman Harrell Horne adalah
filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun di
Universitas New York.
Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis tentang
idealisme dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski,
dan William E. Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C. Lodge (1888-1961),
profesor di bidang logika dan sejarah filsafat di Universitas Maitoba. Dua
bukunya yang mencerminkan kecemerlangan pemikiran Rupert dalam filsafat
pendidikan adalah Philosophy of Educationdan
studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni
Gentile Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini pertama, keluar
dari reformasi pendidikan karena berpegang pada prinsip-prinsip filsafat
idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran yang hidup di negara itu
sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.
Idealismesangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya
yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan
harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai
kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat
idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia
dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi realitas spiritual.
Paramurid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang
gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan
(approach) secara khusus. Sebab,
pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah
mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan
murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang
guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu
ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa
kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak
bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri,
sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa
memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari
keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk
spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan
mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut
paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu
kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya
spiritual.
3. Tujuan Pendidikan
Menurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu
perkembangan pikiran dan diri pribadi (self)
siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan
kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa
realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya
pengajaran secara individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme
berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau
materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme.
Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan
untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak
didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki
kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan
berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu
lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi
kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam
spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain.
Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang
satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling
penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis
dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus,
yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan.
organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
4.
Kurikulum
Pendidikan
Kurikulum
pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan
vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan
kemampuan-kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional
dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu kehidupan atau pekerjaan.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang
beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman
haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook.Agar supaya pengetahuan
dan pengalamannya senantiasa aktual.
5.
Metode Pendidikan
Tidak cukup
mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa
pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong
siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong
pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir
logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah
moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong
siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia (Callahan and Clark,1983).
6.
Peran Guru dan
Siswa
Para filusuf idealisme mempunyai
harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus ada pada guru, baik secara
moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam
sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerjasama dengan alam dalam
proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan lingkungan
pendidikan bagi para siswa. Sedangkan siswa berperan bebas mengembangkan
kepribadian dan bakat-bakatnya”. (Edward J.Power,1982).
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran
idealisme berfungsi sebagai:
a)
Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik;
b)
Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan
dari siswa;
c)
Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik;
d)
Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh
para murid;
e)
Guru menjadi teman dari para muridnya;
f)
Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah
murid untuk belajar;
g)
Guru harus bisa menjadi idola para siswa;
h)
Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang
bisa menjadi teladan para siswanya;
i)
Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif;
j)
Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi
bahan ajar yang diajarkannya;
k)
Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana
para siswa belajar;
l)
Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil;
m)
Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi;
n)
Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
BAB
III
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu memiliki peranan penting dalam
keterlibatan dalam pengembangan imu pengetahuan terutama dalam bidang
pendidikan dan implementasinya dalam pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan
di dunia ini mengikuti aliran-aliran filsafat pendidikan yang ada yaitu:
1.
Filsafat pendidikan progresivisme, yang didukung
oleh filsafat pragmatism;
2.
Filsafat pendidikan esensialisme, yang didukung
oleh idealisme dan realisme;
3.
Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
DAFTAR PUSTAKA
Ornstein, Alan, C., & Levine, Daniel, U., (ed.), 1988, An
Introduction to The Foundation of Education, Houghton Miftin Company: Boston.
Winch, Christoper & John Gingell, 1999, Philosophy of Education: The
Key Concepts (2nd ed.). Routledge: London.
Wakhudin dan Trisnahada. Filsafat Naturalisme. (Makalah) Bandung: PPS-UPI
Bandung.
Dr. Maufur. 2008. Filsafat
Ilmu. Bandung. CV. Bintang WarliArtika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar